Minggu, 23 Juni 2013

HAK PATEN



STUDI KASUS
Motor Bajaj merupakan salah satu produk sepeda motor yang dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, bahkan desain yang dihasilkan menarik dan terlihat elegan. Namun, tidak disangka hak paten teknologi mesin motor kebanggaan masyarakat India ini menjadi masalah di Indonesia. Bajaj Auto Limited sebagai produsen motor Bajaj menggugat Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). Sebab, permohonan paten untuk sistem mesin pembakaran dalam dengan prinsip empat langkah ditolak dengan alasan sudah dipatenkan terlebih dahulu oleh Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha. Kuasa hukum perusahaan Bajaj pun meminta agar hakim pengadilan membatalkan atas penolakan permohonan terhadap kasus tersebut. Kasus tersebut bermula ketika Ditjen Haki menolak permohonan pendaftaran paten Bajaj pada 30 Desember 2009 dengan alasan ketidakbaruan dan tidak mengandung langkah inventif. Atas penolakan tersebut, Bajaj Auto mengajukan banding ke Komisi Banding Paten. Namun Komisi Banding dalam putusannya pada 27 Desember 2010 sependapat dengan Direktorat Paten sehingga kembali menolak pendaftaran paten tersebut. Hal tersebut dikarenakan prinsip motor Bajaj merupakan prinsip yang masih baru berkembang. Kesaksian dalam sidang tersebut, satu silinder jelas berbeda dengan dua silinder.
Untuk konfigurasi busi tidak menutup kemungkinan ada klaim yang baru terutama dalam silinder dengan karakter lain. Namun, kebaruannya adalah ukuran ruang yang kecil. Dimana harus ada busi dengan jumlah yang sama. Keunggulan dari Bajaj ini adalah bensin yang irit dan memiliki emisi yang ramah lingkungan. Ditjen HAKI punya catatan tersendiri sehingga menolak permohonan paten ini, yaitu sistem ini telah dipatenkan di Amerika Serikat atas nama Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha dengan penemu Minoru Matsuda pada 1985. Lantas oleh Honda didaftarkan di Indonesia pada 28 April 2006. Namun dalih ini dimentahkan oleh Bajaj, karena telah mendapatkan hak paten sebelumnya dari produsen negara asalnya, yaitu India. Dari kasus diatas dapat dianalisa bahwa perusahaan Bajaj dimungkinkan kurang jeli dalam masalah penggunaan mesin yang aman digunakan untuk konsumen. Walaupun kenyataannya menurut perusahaan Bajaj tersebut menolak atas tuntutan yang diajukan oleh Ditjen HAKI. Sebaiknya jika terbukti bersalah sesegera mungkin diberi solusi untuk perbaikan mesin tersebut agar tidak terjadi masalah seperti pencabutan penjualan dan lainnya. Namun jika pernyataan berbanding terbalik dari tuduhan awal, sebaiknya perusahaan tersebut menunjukkan bukti fisik yang kuat dan tidak berdiam untuk enggan berkomentar, karena pada asalnya dari negara produsen awal tidak terjadi masalah pada pemesinan tersebut. Semoga kedepannya tidak terjadi pelanggaran hak paten khususnya bidang industri, dan sebaiknya pencipta suatu teknologi wajib mematenkan hasil karyanya agar tidak terjadi permasalahan yang menyebabkan merugi dan menurunkan image dari perusahaan yang bersangkutan.
 
Analisis :                                          
Dari kasus diatas diketahui sebuah perusahaan Motor Bajaj yang mengajukan hak paten atas poduk yang dihasilkannya ditolak oleh Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). Penolakan tersebut disebabkan oleh kemiripan teknologi yang digunakan tersebut dengan perusahaan lain yang telah mendaftarkan hak paten atas produknya terlebih dahulu yakni dengan PT Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha.
Berdasarkan kasus diatas diketahui negara asal dari perusahaan Motor Bajaj yakni, India menyetuji hak paten atas produk yang dihasilkan tersebut baru-baru ini. Namun PT Honda telah mendaftarkan produk yang memiliki kesamaan teknologi pada tahun 2006. Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) sebagai lembaga resmi yang menangani masalah hak paten hanya bisa mengacu pada hukum siapa yang mendaftarkan terlebih dahulu maka dialah yang memiliki hak paten atas peroduk yang dihasilkannya tersebut. Setelah beberapa lama PT bajaj enggan berkomentar atas kasus ini dan tidak mau menunjukkan bukti fisik atas produknya.
Menurut saya PT bajaj ialah pihak yang bersalah karena tidak mau meneruskan kasus ini entah mungkin ada suatu hal yang membuatnya pihaknya rugi maka perusahaan tersebut enggan berkomentar. PT Honda sebagai pihak yang dirugikan bisa saja melaporkan PT bajaj ke pengadilan karena pencemaran nama baik perusahaan tersebut.
           
           

UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN



STUDI KASUS Undang Undang Perindustrian
Pabrik yang memproduksi minuman keras (miras) jenis "Celebes dan Radja`s" ternyata tidak mengantongi izin usaha industri. "Hasil penyidikan dilakukan kepolisian, pabrik tersebut tidak memiliki izin usaha industri yang dikeluarkan instansi terkait’, kata Kapolda Sulut Brigjen Bekto Suprapto, kepada wartawan, Kamis di Manado terkait penanganan kasus tewasnya dua mahasiswa di Manado yang diduga akibat mengkonsumsi miras tersebut.
secara terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Sulut, AKBP Benny Bella mengatakan, hasil penyidikan kepolisian, kedua jenis miras tersebut mengandung metanol yang membahayakan bagi tubuh manusia. Kedua jenis miras tersebut diproduksi PT Sumber Jaya Makmur, dan produk Radja`s merupakan minuman beralkohol golongan B dengan kadar 14,5% sementara Celebes minuman beralkohol golongan C dengan kadar 25,1%. Dalam penanganan kasus ini, kepolisian telah menetapkan seorang tersangka yakni ML alias Maria yang merupakan pemilik pabrik miras jenis "Celebes dan Raja"s tersebut. Tersangka itu dapat diancam pasal 353 KUHP junto Undang-undang Kesehatan serta Undang-Undang Perdagangan. Sebelumnya, dua mahasiswa salah sebuah perguruan tinggi di Manado, masing-masing AT alias Astri dan RS alias Rocky tewas diduga setelah mengkonsumsi miras tersebut di "Marcopolo kafe" dan "Java kafe". Selain itu terdapat dua orang lainnya mengalami gejala kebutaan serta delapan orang mengalami gangguan kesehatan seperti mual-mual dan pusing sehingga harus mendapatkan perawatan intensif dari dokter. Menurut UU RI No. 05 Tahun 1984 Bab V tentang Izin Usaha Industri Pasal 13 ayat 1 berbunyi, “Setiap pendirian perusahaan industri baru maupun setiap perluasannya wajib memperoleh Izin Usaha Industri”. PT. Sumber Jaya Makmur tersebut jelas telah melanggar undang-undang perindustrian. Sanksi terhadap pelanggaran oleh perusahaan tersebut sebagaimana tertulis dalam UU RI No. 05 Tahun 1984 pasal 24 ayat 1, yaitu Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
 
 
Analisis :
Dari kasus diatas dapat diketaui tentang sebuah perusahaan yang menjalankan aktivitas usahanya secara ilegal atau tidak memiliki izin usaha dari negara. Hal ini tentunya merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh peusahaan tersebut karena tidak memiliki izin dalam menjalankan usahanya. Perusahaan tersebut tidak mempunyai izin mungkin disebabkan oleh aktivitas produksinya yang memproduksi minuman keras yang memiliki kandungan alkohol yang besar yang dapat mengakibatkan kerusakan pada kesehatan sipeminum dan dapat menyebabkan kematian bagi peminumnya sesuai dengan kasus diatas. Berdarkan kasus diatas perusahaan tersebut telah melanggar UU kesehatan dan  perusahaan  itu dapat diancam pasal 353 KUHP junto Undang-undang Kesehatan serta Undang-Undang Perdagangan. karena telah mempoduksi minuman keras yang berbahaya bagi kesehatan. Perusahaan tersebut telah melanggar UU RI No. 05 Tahun 1984 Bab V tentang Izin Usaha Industri Pasal 13 ayat 1 berbunyi, “Setiap pendirian perusahaan industri baru maupun setiap perluasannya wajib memperoleh Izin Usaha Industri”. karena telah menjalankan perusaannya secara ilegal. Ancaman hukuman yang dapat diberikan berdasarkan UU RI No. 05 Tahun 1984 pasal 24 ayat 1, yaitu Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
            Untuk menindaklanjuti kasus ini agar tidak terjadi lagi dibutuhkan kerja sama antara pihak keamanan dengan masyarkat untuk mengetahui aktivitas perusaahaan yang mencurigakan yang beraktivitas dilingkungan warga sekitar yang dijadikan tempat beraktivitasnya suatu perusahaan. Hal ini dilakukan perlu dilakukan agar perusahaan yang memproduksi produk misalnya minuman keras yang tidak dapat izin dapat ditutup karena merugikan orang banyak dan menyebabkan kerusakan bagi kesehatan karena menggunakan kadar alkohol yang besar.

HAK MERK



Doddy Leonardo Joseph selaku PT Officer PT Astra Honda Motor melaporkan tindak pelanggaran hak merk yang dilakukan oleh Cheng Sen Djiang selaku Direktur PT Tossa Shakti yang memakai nama yang sama dengan produk miliknya yaitu nama Karisma yang kemudian diganti namanya menjadi Krisma setelah mendapatkan somasi dari PT AHM. Dalam persidangan PT Tossa Shakti sendiri memakai alasan yang berbeda, pada Pengadilan Niaga Jakarta, dia mengatakan bahwa nama Krisma yang merupakan ubahan dari Karisma- diambil dari nama anaknya Krisma Wulandari Warsita. Sedangkan dalam sidang pidana di PN Kendal dia mengaku bahwa nama itu berasal dari Nanjing Textile, produsen komponen motor di Cina. Sedangkan Tossa hanya merakit dan memasang segala sesuatu yang telah ada. Dan akhirnya ditingkat MA Tossa kalah. MA menyatakan, Tossa dengan tanpa hak telah menggunakan merek Karisma, yang memiliki persamaan dengan merek terkenal milik AHM.

Analisis:
Dari kasus diatas dapat diketahui bahwa telah terjadi pelanggaran hak merk yang dilakukan oleh PT Tossa Shakti terhadap PT AHM selaku pemilik nama yang sah dan sebagai pihak yang dirugikan. Kasus ini dilaporkan oleh pihak PT AHM ke pengadilan negeri, pihak PT Tossa Shakti yang dilaporkan melakukan pembelaan mengenai alasannya menggunakan nama yang sama dengan produk PT AHM. Akhirnya memutuskan bersalah kepada PT Tossa Shakti karena menggunakan nama produk yang sama dengan PT AHM. Berdasarkan undang-undang yang berlaku pihak yang dijatuhi bersalah dapat dituntut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Hal tersebut telah tercantum dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK pasal 90 yang berisi Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
               Untuk menaggulangi hal tersebut agar tidak terulang kembali adalah dengan cari melaporkan nama merk yang digunakan untuk produk atau nama laiinya yang berhubungan dengan persaingan usaha kelembaga  yang berkaitan dengan masalah tersebut agar tau apakah nama tersebut sudah ada yang menggunakan atau tidak, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan oleh penggunaan nama merk yang digunakan.